Suatu ketika hendra, pemilik Medco, naik pesawat bersama karyawannya yang bule. Seseorang bertanya kepadanya, “Pak, kerja di mana?” Tentu saja pertanyaan yang salah karena Arifin pemilik bisnisnya, dia yang mempekerjakan si bule. Si penanya salah sangka, karena kulit Arifin lebih gelap maka dia diasumsikan penanya sebagai karyawannya si bule.
Saya juga pernah salah sangka. Suatu ketika saya menerima tamu seorang ibu dan bapak-bapak. Saya asyik berdialog dengan si bapak. Tak tahunya setelah saling menyodorkan kartu nama, tahulah bahwa ternyata si ibu yang pimpinan, si bapak yang anak buah. Malu.
Gaya Jepang, kata yang nulis blog. Maksudnya dia lihat di acara TV Jepang.
Ini bukan sedot lemak perut. Ini murni sedotan biasa. Setelah saya coba, ternyata memang bagian perut terasa mengencang, seperti halnya kalau kita sit up.
Bener-bener ‘gue banget’ (cocok buat yang malas berolahraga).
Cocok buat ibu-ibu dan bapak-bapak yang pada mulai buncit (karena makmur maupun cacingan, hehe).
Umumnya setelah seseorang mengikuti pelatihan akan mengalami ‘pelunturan’ motivasi beberapa saat sesudahnya. Mungkin Anda pernah mengikuti pelatihan, baik gratis maupun mahal, kondisi penurunan semangat tetap bisa terjadi.
Bukan salah pelatihannya (karena nyatanya Anda selalu bersemangat saat berlangsung dan sesaat sesudah pelatihan). Bukan salah Anda juga (karena banyak orang mengalami hal yang sama seperti Anda). Memang alamiahnya demikian. Jika semua pelatihan bersifat menetap dengan instan, mestinya semua orang sudah berlipat lebih baik daripada diri mereka sebelumnya. Bahkan, kalau kita ini bisa terus mengalami suatu pengalaman secara menetap, mungkin kita tak akan lagi tertarik barang baru, film baru, nonton pertandingan bola yang baru, mencoba kegiatan baru, juga tak perlu memperbaiki cara shalat, atau mengaji Qur’an berulang-ulang. Kalau sesuatu itu bisa menetap instan dalam diri kita, maka dia tak perlu diperbaharui. Dan jelas itu bukan kodrat manusia. Manusia justru diciptakan dengan ‘kegembiraan yang akan meluruh dengan waktu’ supaya dia berusaha lagi dan berusaha lagi.
Jadi, jika hasil pelatihan Anda melenyap hingga tak berbekas, itu normal.
Tentu saja kondisi normal belum tentu kondisi terbaik. Pribadi yang unggul biasanya memang ‘tidak normal’ alias ‘istimewa’ karena dari waktu ke waktu ia berubah menjadi semakin baik dari kondisi sebelumnya. Nah, bagaimana kita menjadi pribadi ‘istimewa’ yang semakin hari semakin baik ini?
Jawabannya adalah sebuah rahasia kecil : terapkan dan ulangi.
Demikian hasil penelitian Ken Blanchard yang ditulis dalam Know Can Do!: Put Your Know-How Into Action. (sudah diterjemahkan ke Indonesia)
Menerapkan SEPIA
Untuk menerapkan SEPIA caranya sederhana. Gunakan perangkat (tools) SEPIA berikut ini.
1. Tujuh domain kehidupan
Mari kita perhatikan 7 bidang kehidupan kita, yaitu (ide dikutip dari Brian Tracy di buku Focal Point) :
Bagaimana membuat sesuatu yang istimewa?
Dengan meyakininya.
Inilah resep rahasia mie istimewa keluarga Po dalam Kungfu Panda. Tidak ada bumbu rahasia. Tidak ada teknik rahasia. Keyakinan bahwa sesuatu itu istimewa akan membuatnya menjadi benar istimewa.
Kabarnya begitu pula kisah awal Coca Cola, resep istimewa yang awalnya adalah paten obat (namun sering diceritakan bermula dengan sebuah kuali ajaib!). (more…)
Sering kita merasa lelah dalam berdoa, rasanya apa yang kita pinta tak kunjung dikabulkan. Sebenarnya di dalam Qur’an, Allah sudah menjanjikan bahwa setiap doa akan dikabulkan. Hanya saja kta tidak tahu, dalam bentuk apa wujud terbaik dari terkabulnya doa kita, dan juga kapan doa itu dikabulkan.
Ketika merasa lelah berdoa, saya mengingat dua kisah.
Yang pertama, kisah Tsa’labah. Dia seorang miskin yang minta kepada Rasulullah saw untuk dido’akan agar manjadi kaya (di sini ada pelajaran bahwa minta di do’akan orang lain adalah boleh, juga bahwa bisa jadi do’a sekelompok orang lebih makbul karena suatu kondisi istimewa tertentu).
Rasulullah sempat menolak dua kali. Karena Tsa’labah terus mendesak, akhirnya pada permintaan ke tiga dia di do’akan. Bukan Rasulullah yang menjadikan Tsa’labah kaya, tapi beliau hanya turut mendo’akan. Alkisah, ternak kambing Tsa’labah mendadak berkembang biak dengan sangat cepat (pelajaran berikutnya: uang tidak turun dari langit, jadi tetap ada usaha, dalam hal ini Tsa’labah punya bibit modal kaya yaitu ternak kambing). Tsa’labah kemudian menjadi kaya. Saking banyaknya ternak dia, maka dia menggembala hingga keluar kota. Akibatnya dia sering terlambat sholat Jum’at, bahkan akhirnya tidak sholat Jum’at.
Kitab suci bisa digunakan sebagai dalil, bisa juga digunakan sebagai dalih.
Apa bedanya?
Kalau dijadikan dalil, artinya aturan-aturan di dalamnya kita gunakan sebagai rujukan, sebagai pegangan. Ringan kita laksanakan, berat pun kita laksanakan.
Sebaliknya kalau dijadikan dalih, maka aturan di dalamnya hanya kita jadikan rujukan saat sesuai dengan kemauan kita. Artinya, yang ringan kita jalankan, yang susah kita abaikan.
Itulah beda dalil dengan dalih. Beda satu huruf yang berarti perbedaan bumi langit.
Alasan-alasan yang kita gunakan sehari-hari ternyata juga ada yang dalil, ada yang hanya dalih. Kapan kita mengetahui suatu alasan itu dalil, dan kapan dalih?
Anda akan tahu bahwa sesuatu itu dalil (prinsip hidup) ketika Anda menjalaninya secara konsisten. Seringkali dalil akan berbenturan dengan keinginan nafsu kita. Misalnya, teman-teman kita pada bagi-bagi uang sisa proyek tanpa aturan pembagian yang jelas. Kalau Anda punya dalil bahwa itu haram, dan Anda mengimaninya, mungkin Anda menolak untuk ikut mendapatkan pembagian. Tentu saja ada dilema yang serius akan Anda hadapi. Yang paling sulit adalah menghadapi sikap tak suka dari kalangan kolega sendiri. Nah, kalau bisa bertahan terhadap situasi sulit itu, berarti prinsip tersebut adalah dalil bagi yang bersangkutan. Sebaliknya, jika kemudian dia mencari-cari aturan lain yang bisa membenarkan perilaku yang hati nurani kita menganggap salah, maka jelaslah aturan itu kita gunakan sebagai dalih.
Jadi, ketika suatu aturan kita gunakan sebagai referensi, maka ia digunakan sebagai dalil. Sedangkan ketika suatu aturan digunakan sebagai alibi pembenaran, maka dia menjadi dalih. Materi aturan itu sama saja, motivasi penggunaannya yang berbeda.
Cirinya sederhana: dalil mendahului sikap, sedangkan dalih mengikuti sikap.